Jumat, 20 Mei 2011

Karya Tulis


MENGUNGKAP NERAKA DI BALIK SURGA
SANG IBU

Surga adalah salah satu tempat yang lebih indah dari keindahan dunia yang telah disiapkan Allah untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Kata surga dalam bahasa arab disebut Jannah yaitu tempat yang memiliki seluruh kenikmatan dan keindahan yang tidak pernah ada dan tidak pernah terbayangkan di dunia ini, maka berbahagialah orang-orang yang mendapatkan tempat di surga.

Qur'an banyak bercerita tentang sebuah kehidupan setelah mati di surga untuk orang yang selalu berbuat baik. Surga itu sendiri sering di jelaskan dalam Al-Qur'an surat Ar-Ra'du 13:35: “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman). mengalir sungai-sungai di dalamnya, buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Ar-Ra'du 13:35)”.

Setiap muslim percaya bahwa semua manusia dilahirkan suci. Dalam Islam pula, jika ada seorang bocah yang mati, maka secara otomatis akan pergi ke surga, tanpa mempedulikan agama kedua orang tuanya. Surga tertinggi tingkatnya adalah Firdaus (فردوس) dimana para nabi dan rasul, syuhada dan orang-orang saleh.

Tingkatan dan nama-nama syurga ialah :
1.      Jannatul Firdaus yaitu surga yang terbuat dari emas merah.
2.      Jannatul 'Adn yaitu surga yang terbuat dari intan putih.
3.      Jannatun Na'iim yaitu surga yang terbuat dari perak putih.
4.      Jannatul Khuldi yaitu surga yang terbuat dari marjan yang berwarna merah dan kuning.
5.      Jannatul Ma'wa yaitu surga yang terbuat dari zabarjud hijau.
6.      Darus Salaam yaitu surga yang terbuat dari yaqut merah.
7.      Darul Jalal yaitu surga yang terbuat dari mutiara putih.
8.      Darul Qarar yaitu surga yang terbuat dari emas merah.

Itulah definisi dan tingkatan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kita sebagai hamba-hamba-Nya yang jika kita menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya maka kita akan merasakan kenikmatan surga atas rahmat-Nya.

Neraka adalah tempat dimana manusia dihukum dari dosa-dosa yang diperbuatnya sewaktu masih di dunia atau bisa dikatakan bahwa neraka itu adalah tempat berpulangnya orang-orang yang durjana yaitu orang-orang yang ingkar terhadap Allah maka di nerakalah mereka dihukum dan hukuman itu akan berlangsung selamanya. Na’uzubillahi minzalik.

Membayangkan surga dan neraka adalah seperti membayang sesuatu yang sangat indah dan yang sangat menakutkan, kita sebagai hamba ciptaan Allah pasti bertanya-tanya di tempat manakah kita akan kembali ketika waktu kita tinggal di dunia ini sudah habis? akankah di surga atau malah masuk neraka? ya Allah jauhkanlah kami dari azab-Mu. Tapi di sini kita tidak membahas surga dan neraka yang sebagaimana telah dijelaskan di atas, di sini kita hanya membahas surganya ibu dan nerakanya ibu.

Sering kita mendengar ada dalam satu hadis Rasulullah telah bersabda “surga di bawah telapak kaki ibu” yang dimaksud dengan telapak kaki adalah organ tubuh dimana seseorang membuat jejak perjalanan. Jejak kaki ibu adalah langkah-langkah seorang ibu dalam membesarkan anaknya dari detik, menit, hari, minggu, bulan hingga hitungan tahun. Setiap perlakuan ibu, ucapan, sentuhan, selalu ada bekas di otak anaknya. Apapun yang ibu lakukan dan berikan, kemana saja sang ibu membawa sang anak, akan terekam dalam otak anak dan dapat menimbulkan efek dimasa yang akan datang.

Surga berada di telapak kaki ibu berarti surga ada dalam perjalanan ibu dalam mengurus anak. Jejak-jejak ibu pada anak sejak masa kehamilan, ketika dalam buaian dan pangkuan, sampai ia lepas hingga akil baligh yaitu ketika anak mulai dikenai hukum dosa dan pahala, itulah yang menentukan akan menjadi apa seorang anak kelak. Yang paling banyak berinteraksi dengan seorang anak adalah ibu. Perjalanan ibu membesarkan anak merupakan sebuah proses perjalanan membangun pikiran anak. Mampukah seorang ibu membangun pikiran anaknya untuk lebih mengenal Tuhan dan menemukan kebenaran ayat-ayat Allah Subhanahu Wata'ala? mampukah jejak kaki ibu mengantarkan anaknya ke surga? Wallahu ‘alam.

Dalam sebuah kisah, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, " Ya Rasul, siapakah orang yang harus saya utamakan ? "
Jawab Rasulullah, "ibumu"
"lalu siapa lagi ?"
"ibumu"
"lalu siapa lagi ?"
"ibumu"
"lalu siapa lagi ?"
“bapakmu”.

Di dalam kisah yang tersurat di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa betapa agungnya seseorang ketika dia telah menjadi seorang ibu, seorang wanita yang memiliki beribu kasih sayang terhadap anaknya. Subahanallah Maha Suci Allah yang telah menciptakan makhluk yang seindah ibu dan setulus kasih sayang ibu. Jadi berbanggalah ketika kita menjadi seorang ibu, kalau tidak bisa menjadi seorang ibu karena beberapa faktor maka bersyukurlah dan berbahagialah karena sampai detik ini kita masih mempunyai ibu yang telah mengorbankan seluruh kebahagiaannya demi meraih kebahagiaan kita.

Surga ada di telapak kaki ibu itulah kesimpulan dari pembahasan di atas tapi di balik surganya ibu terdapat neraka yang bisa membakar kita, dan menjerumuskan kita pada kemurkaan Allah. Neraka itu tempatnya pada lisan ibu, pasti dalam lubuk hati kita bertanya-tanya, mengapa neraka itu bisa berada di lisannya ibu? karena ketika seorang ibu marah atau merasa disakiti hatinya oleh anaknya sendiri yang telah dibesarkannya dengan susah payah, maka kata-kata yang keluar dari mulutnya seakan menjadi kutukan yang sangat dasyat karena doa seorang ibu pasti akan cepat diijabah oleh Allah maka dari itu kita sebagai anak seharusnya kita bersikap baik terhadap ibu dan bapak kita karena tanpa mereka kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini. Jangan pernah menyakiti hati mereka, bahagiakanlah mereka sebagaimana mereka telah membahagiakan kita, dan cintailah mereka sepenuh hati seperti cinta mereka yang sebening mutiara dan sesejuk mata air yang dari gunung. Cinta mereka selama ini telah menghangatkan kita maka hangatkanlah mereka dengan cinta pula.



Makalah Problematika Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai “pemelihara” (khalifah) pada semesta (Tafsir, 1994). Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir dari pendidikan.
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam, sebagai proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya (al-Attas, 1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan - terutama peserta didik -- untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran. Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari paradigma aktif-progresif menjadi pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses 'isolasi diri' dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.
Berjalannya waktu pendidikan Islam tidak lagi sejaya sejarahnya, pendidikan Islam sekarang mengalami banyak kemunduran karena beberapa faktor. Pertanyaannya akankah pendidikan Islam saat ini bisa bangkit dan menyaingi kejayaan sejarahnya? Di makalah inilah penulis ingin mengurai secara detail masalah-masalah apa yang terjadi di dalam pendidikan Islam saat ini dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendidikan Islam hingga mencapai tingkat kritis seperti sekarang ini.
B.            Permasalahan
1.        Pendidikan Islam
2.        Makna Problem dan Masalah Pendidikan Islam
3.        Pokok-Pokok Permasalahan Pendidikan Islam
4.        Kompleksitas Problem Pendidikan
5.        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan Islam

C.           Tujuan
1.        Untuk Mengetahui Makna Pendidikan Islam
2.        Untuk Mengetahui Makna Problem dan Masalah Pendidikan Islam
3.        Untuk Mengetahui Pokok-Pokok Permasalahan Pendidikan Islam
4.        Untuk Mengetahui Kompleksitas Problem Pendidikan
5.        Untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pendidikan Islam
1.        Pengertian Pendidikan Islam
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal). (Hasan Langgulung : 1988).
a.         Istilah al-Tarbiyah
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba” (رَبَّى), yurabbi (يُرَبِّى) menjadi “tarbiyah” yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam. (Zuhairini, 1995:121).
b.        Istilah al-Ta’lim
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah SWT, ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan Tuhannya. (Jalaluddin, 2001:122).


c.         Istilah al-Ta’dib
Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah al-Ta’dib, konsep ini didasarkan pada hadits Nabi:
اِدَّ بَنِيْ رَبِّى فَأَحْسَنَ تَـأْدِيْبِيْ {رواه العسكرى عن على}
Artinya : “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”
(HR. al-Askary dari Ali r.a).
Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.
Dari bahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. (Samsul Nizar, 2002:32).
2.        Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk :
a. Alat untuk memperluas, memelihara, dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional
b.    Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan.
3.    Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dibolehkan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra, karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun seluruh umat manusia. (Samsul Nizar, 2002:38).

B.       Makna Problem dan Masalah Pendidikan Islam
Barangkali secara umum orang memahami masalah (problem) sebagai kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Namun dalam matematika, istilah “problem” memiliki makna yang lebih khusus. Kata “Problem” terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem solving. Dalam hal ini tidak setiap soal dapat disebut problem atau masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut “problem” dalam perspektif ini paling tidak memuat 2 hal yaitu:
1.    Soal tersebut menantang pikiran (challenging),
2.   Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine).[1]
Masalah mendasar dalam pendidikan Islam selama ini adalah hilangnya nilai-nilai Adab (etika) dalam arti luas.
Hal ini terjadi disebabkan kerancuan dalam memahami konsep. Ada tiga konsep;
1.        Ta'lim
2.        Tarbiyah
3.        Ta'dib.
       JIka konsep pendidikan Islam hanya terbatas pada Tarbiyah atau Ta'lim, maka pandangan hidup barat yang melandaskan nilai-nilai dualisme, sekularisme, humanisme, dan sofisme akan merasuk. Dengan begitu, nilai-nilai adab semakin kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai Hikmah Ilahiyah. Hal ini menjadi sebab utama dari kezaliman, kebodohan, dan kegilaan.
       Jika cenderung lebih memakai Ta'dib dari pada Tarbiyah dan Ta'lim, alasan mendasar memakai istilah Ta'dib adalah, karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak didik kecuali orang tersebut memiliki Adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam pelbagai bidang. (dalam keyakinan agama bahwa Islam tidak mengenal dikotomi ilmu, karena ilmu dalam Islam asalnya dan bersumber pada nash-nash dasarnya, yakni ; Alquran dan Hadis). Bagaimana penggabungan antara ilmu umum dan agama. Sebab, masing-masing memiliki epistema (asal pengetahuan) yang berbeda.

C.   Pokok-Pokok Permasalahan Pendidikan Islam
1.        Kualitas,
2.        Relevansi,
3.        Elitisme, dan
4.        Manajemen
Keempat masalah di atas merupakan masalah besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit dicari ujung pangkal pemecahannya (Tilaar, 1991). Permasalahan ini terjadi pada pendidikan secara umum di Indonesia, termasuk pendidikan Islam yang dinilai justru lebih besar problematikanya.

D.   Kompleksitas Problem Pendidikan
Pendidikan Islam juga dihadapkan dan terperangkap pada persoalan yang sama, bahkan apabila diamati dan kemudian disimpulkan pendidikan Islam terkukung dalam kemunduran, keterbelakangan, ketidak berdayaan, dan kemiskinan, sebagaimana pula yang dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam dibandingkan dengan mereka yang non Islam. Katakan saja, pendidikan Islam terjebak dalam lingkaran yang tak kunjung selesai yaitu persoalan tuntutan kualitas, relevansi dengan kebutuhan, perubahan zaman, dan bahkan pendidikan apabila diberi “embel-embel Islam”, dianggap berkonotasi kemunduran dan keterbelakangan, meskipun sekarang secara berangsur-angsur banyak diantara lembaga pendidikan Islam yang telah menunjukkan kemajuan (Soeroyo, 1991: 77). Tetapi pendidikan Islam dipandang selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Dalam Undang- Undang sistem pendidikan nasional menyebutkan pendidikan Islam merupakan sub-sistem pendidikan nasional.
Pendidikan Islam menjadi satu dalam sistem pendidikan nasional, tetapi predikat keterbelakangan dan kemunduran tetap melekat padanya, bahkan pendidikan Islam sering “dinobatkan” hanya untuk kepentingan orang-orang yang tidak mampu atau miskin, memproduk orang yang eksklusif, fanatik, dan bahkan pada tingkah yang sangat menyedihkan yaitu “terorisme-pun” dianggap berasal dari lembaga pendidikan Islam, karena pada kenyataannya beberapa lembaga pendidikan Islam “dianggap” sebagai tempat berasalnya kelompok tersebut. Walaupun “anggapan” ini keliru dan dapat ditolak, sebab tidak ada lembaga-lembaga pendidikan Islam manapun yang bertujuan untuk memproduk atau mencetak kelompok-kelompok orang seperti itu. Tetapi realitas di masyakarat banyak perilaku kekerasan yang mengatasnamakan Islam. Apakah ada sesuatu yang salah dalam sistem, proses, dan orientasi pendidikan Islam.

E.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan Islam
Masalah pendidikan Islam timbul karena dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal.
1.        Faktor internal
a.       Meliputi manajemen pendidikan Islam yang pada umumnya belum mampu menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas. Hal ini tercermin dari kalah bersaing dengan sekolah-sekolah yang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional [Diknas] yang umumnya dikelola secara modern.
b.      Faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat rendah. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam kegiatan belajarmengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen keles, dan motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan Islam kurang kondusif bagi pengembangan kompetensi profesional guru.
c.       Adalah faktor kepemimpinan, artinya tidak sedikit kepala-kepala madrasah yang tidak memiliki visi, dan misi untuk mau ke mana pendidikan akan dibawa dan dikembangkan. Kepala madrasah seharusnya merupakan simbol keunggulan dalam kepemimpinan, moral, intelektual dan profesional dalam lingkungan lembaga pendidikan formal, ternyata sulit ditemukan di lapangan pendidikan Islam. Pimpinan pendidikan Islam bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua, dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Biasanya pendekatan yang digunakan adalah pendekatan birokratis daripada pendekatan kolegial profesional. Mengelola pendidikan bukan berdasar pertimbangan profesional, melainkan pendekatan like and dislike (Mahfudh Djunaidi, 2005), dengan tidak memiliki visi dan misi yang jelas.
2.        Faktor eksternal
a.       Adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan Islam. Pemerintah selama ini cenderung menganggap dan memperlakukan pendidikan Islam sebagai anak tiri, khususnya soal dana dan persoalan lain. Katakan saja, alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas (Mahfudh Djunaidi, 2005). Maka, terlepas itu semua, apakah itu urusan Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan Islam tidak terjadi kesenjangan, toh pendidikan Islam juga bermisi untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh pendidikan umum.
b.      Dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari sektor pendidikan, lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Beberapa indikator yang menunjukkan kesenjangan ini yaitu mulai dari tingkat ketersediaan tenaga guru, status guru, kondisi ruang belajar, tingkat pembiayaan (unit cost) siswa, hingga tidak adanya standardisasi mutu pendidikan Islam, karena urusan pendidikan Islam tidak berada di bawah Depdiknas (Abdul Aziz, Kompas, 2005), dan lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau lulusan pendidikan Islam.
c.       Adalah adanya diskriminasi masyarakat terhadap pendidikan Islam. Secara jujur harus diakui, bahwa masyarakat selama ini cenderung acuh terhadap proses pendidikan di madrasah atau sekolah-sekolah Islam. Rata-rata memandang pendidikan Islam adalah pendidikan nomor dua dan biasanya bila menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga pendidikan di lingkungan Diknas (M Dahriman, 2005).


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan Islam saat ini sudah berada pada titik terakhir kebangkitan. Seandainya kita sebagai umat Islam yang kebetulan diberikan Allah amanah untuk menjadi seorang guru, kita wajib membangkitkan kembali Pendidikan Islam yang dahulu kala pernah jaya, karena jikalau kita hanya berdiam diri mungkin Pendidikan Islam ini akan mati suri dan kemungkinan besar akan mati betulan.

B.       Saran dan Solusi
       Saran penulis sudah terdapat pada kesimpulan di atas. Tentang solusi yang akan kita lakukan untuk memperbaiki umat Islam dan Pendidikan Islam ini adalah mengIslamkan umat Islam, karena perubahan besar dimulai dari diri sendiri.



         [1] Diakses 18 Desember 2010 http://www.mathgoodies.com/articles/2007”.

Proposal PTK


PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN PEMBERIAN LATIHAN
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN
PKN KELAS VI MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI
TAPADAA BIYONGA




BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Proses pembelajaran PKn di Madrasah Ibtidaiyah terutama di kelas VI, merupakan kelas yang dimana siswanya merupakan anak dalam masa perkembangan dalam belajar. Kondisi itu tidak hanya tampak dalam prilaku siswa, akan tetapi terutama pada guru dan kebijakan pimpinan sekolah, serta harapan orang tua. Akibatnya proses pembelajaran ditekankan pada penguasaan bahan sebanyak-banyaknya, sehingga metode ceramah, demontrasi dan latihan/drill lebih banyak dilakukan dan dipandang lebih efektif untuk mencapai tujuan tersebut, sedangkan pengunaan media pembelajaran yang dipandang sebagai inovasi dalam pembelajaran PKn di sekolah dasar belum banyak dimasyarakatkan.
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga yang merupakan salah satu Madrasah Ibtidaiyah yang berada di wilayah kelurahan Polohungo, kecamatan Limboto, kabupaten Gorontalo dan merupakan tempat bertugasnya peneliti sebagai guru bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan hasil observasi hingga saat ini pembelajaran PKn di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga belum mampu memberdayakan seluruh potensi siswa sehingga sebagian besar siswa belum mampu menguasai pelajaran PKn karena kurangnya minat belajar siswa pada mata pelajaran tersebut.
Pembelajaran PKn di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga juga tidak luput dari kecenderungan proses pembelajaran teacher centered, sehingga kondisi ini bisa membuat proses pembelajaran hanya di kuasai guru. Apalagi pembelajaran PKn merupakan materi pendidikan yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara yang baik, yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) juga merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa, jadi pencapaian prestasi akademis di bangku sekolah tanpa ditunjang dengan pemahaman mata pelajaran PKn rasanya tidak cukup untuk kehidupan generasi penerus bangsa karena generasi yang dapat membangun bangsa dan perdamaian itu adalah generasi yang paham betul dengan PKn.
Berdasarkan pengamatan sementara permasalahan yang sering timbul di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga adalah kurangnya minat belajar siswa untuk mengikuti pelajaran PKn. Siswa enggan dan atau kurang berminat dalam mengikuti pelajaran PKn yang hanya banyak membahas hal-hal kenegaraan yang karena mereka menganggap pelajaran seperti ini sangat-sangat membosankan dan hanya cocok diajarkan pada orang tua saja sehingga mereka lebih senang memilih  tidak masuk kelas atau berdiam diri disaat pembelajaran sedang berlangsung tanpa ada respon balik dari pembelajaran tersebut.
Terkait belum optimalnya hasil belajar PKn siswa kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga maka penulis berupaya untuk menggunakan media pembelajaran sebagai salah satu alternatif pembelajaran bermakna pada pembelajaran guna meningkatkan minat mereka dalam Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menarik (PAKEM) dan yang menyenangkan, sebab dengan daya tarik khusus dalam proses pembelajaran secara langsung akan membentuk karakter siswa yang mempunyai motivasi tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar, sehingga tujuan pembelajaran akan mudah dicapai.
Diterapkannya berbagai metode pembelajaran dengan menggunakan media sebagai penunjang mata pelajaran PKn pada siswa kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga adalah karena siswa kelas VI merupakan siswa sudah mengenal pemahaman dengan baik serta dinilai cukup mampu berkerja sama dengan kawan lainnya. Selain itu dilakukan penelitian disekolah tersebut dikarenakan merupakan tempat bertugas peneliti sehingga peneliti lebih leluasa dan telah mengerti karakter siswa untuk memudahkan kegiatan penelitian ini. Oleh karena itu diperlukan juga teman sejawat atau kolaborator dari guru lain untuk dapat menilai kegiatan penelitian tersebut.
Secara umum pembelajaran dengan penggunaan media adalah karena dengan melihat, mendengar dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk mengikuti pelajaran PKn karena apa yang mereka lihat, dengar, dan meraka praktekkan tidak akan mereka lupakan dan pembelajaran seperti itu adalah pembelajaran yang tidak monoton dan membosankan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Media Pembelajaran Dan Pemberian Latihan Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pkn Kelas Vi Madrasah Ibtidaiyah Negeri  Tapadaa Biyonga
B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat di rumuskan adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana menggunakan media pembelajaran dan pemberian latihan agar dapat meningkatkan minat belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran PKn?
2.      Apakah penggunaan media pembelajaran dan pemberian latihan dapat meningkatkan minat belajar mengikuti aktivitas pembelajaran PKn?
C.           Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki beberapa batasan yang perlu dikembangkan agar penelitian ini tidak melebar. Batasan-batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Penelitian ini hanya menitikberatkan pada media pembelajaran dan pemberian latihan untuk meningkatkan minat mengikuti kegiatan pembelajaran PKn.
2.      Penelitian ini menggunakan media pembelajaran dan pemberian latihan pada mata pelajaran PKn dalam upaya meningkatkan minat mengikuti kegiatan dalam pembelajaran PKn.
D.           Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui peningkatan prestasi belajar PKn pada siswa setelah digunakan media pembelajaran dan pemberian latihan.
2.      Mengetahui pengaruh minat belajar PKn pada siswa setelah digunakan media pembelajaran dan pemberian latihan.
E.            Manfaat Penelitian
Adapun mamfaat yang di peroleh dari penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :
1.      Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat, tidak konvensional, tetapi bersifat variatif.
2.      Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran meningkat.
3.      Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Rekreasi di Madrasah Ibtidaiyah.
F.            Definisi Istilah
Untuk lebih mendekatkan pemahaman kita terhadap judul yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis merasa perlu mendefinisikan beberapa istilah, antara lain :
1.             Pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab.
2.             Media pembelajaran yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.
3.             Pemberian Latihan/Drill yang dimaksud adalah dimana siswa melaksanakan kegiatan latihan agar siswa memiliki ketegasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.
4.             Minat belajar siswa yang dimaksud adalah aspek psikologis seseorang peserta didik yang mempengaruhi diri dengan gejala seperti keinginan untuk mengetahui sesuatu melalui kegiatan pengetahuan dan pengalaman.
















BAB II
LANDASAN TEORI
A.           Media Pembelajaran
Pada dasarnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana guru dan siswa/mahasiswanya bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian. Dalam komunikasi sering timbul dan terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien, antara lain disebabkan oleh adanya kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan siswa/mahasiswa, kurangnya minat dan kegairahan, dan sebagainya.
Salah satu usaha mengatasi keadaan demikian ialah penggunaan media secara terintegrasi dalam proses belajar mengajar, karena fungsi media dalam kegiatan tersebut di samping sebagai penyaji stimulus informasi, sikap, dan lain-lain, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkah-langkah kemajuan serta untuk memberikan umpan balik.
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Apa sesungguhnya manfaat dan pengertian media menurut para ahli sehingga penggunaannya diwajibkan dalam proses pembelajaran.[1]
Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997 : 2) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi”.

Menurut Djamarah (1995 : 136) “media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran”.

Menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar”.[2]

Mencermati pandangan tersebut, maka penggunaan media dalam proses pembelajaran oleh guru pada hakikatnya dimaksudkan untuk menumbuhkan atau meningkatkan motivasi belajar siswa agar hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn menjadi baik dan lebih baik lagi. Dari kesimpulan di atas dapat diperkaya lagi dengan pengertian media pembelajaran menurut para ahli sebagai berikut :
Menurut Gagne dan Briggs (1975) ”media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran menurut media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan computer.”

Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Manfaat media dalam proses pembelajaran dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain :
Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang gurulah yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan – pesan atau materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.
Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlukan media pembelajaran, tetapi dilain sisi ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi pembelajaran yang disampaikan.
Secara umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah :
1.      Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis ( tahu kata-katanya, tetapi tidak tahu maksudnya).
2.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
3.      Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.
4.      Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.



Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :
1.      Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran darah.
2.      Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan belajar.
3.      Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.
4.      Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.
5.      Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.
6.      Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
7.      Membangkitkan motivasi belajar
8.      Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.
9.      Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
10.  Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)
11.  Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.

Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu :
1)      Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu, apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan. Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kedokteran).
2)      Karakteristik Media Pembelajaran. Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi
3)      Alternatif Pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan.

Selain yang telah penulis sampaikan di atas, prinsip pemilihan media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 238) yaitu:
1.      Tujuan, Keterpaduan (validitas),Keadaan peserta didik, Ketersediaan,Mutu teknis, Biaya
2.      Selanjutnya yang perlu kita ingat bersama bahwa tidak ada satu mediapun yang sifatnya bisa menjelaskan semua permasalahan atau materi pembelajaran secara tuntas.

Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam penyampaian informasi dan pesan – pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat – sifat media tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.
Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Rohani (1997 : 16) yaitu :
1.      Gambar diam, baik dalam bentuk teks, bulletin, papan display, slide, film strip, atau overhead proyektor.
2.      Gambar gerak, baik hitam putih, berwarna, baik yang bersuara maupun yang tidak bersuara.
3.      Rekaman bersuara baik dalam kaset maupun piringan hitam.
4.      Televisi
5.      Benda – benda hidup, simulasi maupun model.
6.      Instruksional berprograma ataupun CAI (Computer Assisten Instruction).
Penggolongan media yang lain, jika dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut :
a)      Dilihat dari jenisnya media dapat digolongkan menjadi media Audio, media Visual dan media Audio Visual.
b)      Dilihat dari daya liputnya media dapat digolongkan menjadi media dengan daya liput luas dan serentak, media dengan daya liput yang terbatas dengan ruang dan tempat dan media pengajaran individual.
c)      Dilihat dari bahan pembuatannya media dapat digolongkan menjadi media sederhana (murah dan mudah memperolehnya) dan media komplek.
d)     Dilihat dari bentuknya media dapat digolongkan menjadi media grafis (dua dimensi), media tiga dimensi, dan media elektronik.

B.  Minat dalam Belajar
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang minat dalam belajar ada baiknya kita terlebih dahulu mengkaji apa sebenarnya minat itu. Nurkancana berpendapat bahwa minat adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktivitas yang mengstimulus perasaan senang pada individu.[3]
Hamzah B. Uno mendefinisikan bahwa minat merupakan dasar daripada motivasi, dan hal yang mendasari dari motivasi adalah kebutuhan, sehingga dapat dikatakan bahwa minat adalah alat motivasi yang pokok. Pada umumnya, peserta didik pada Sekolah Dasar berada pada tahap berpikir konkrit yang ditandai oleh penalaran logis tentang hal-hal yang dapat dijumpai dalam dunia nyata.[4]

Ketika perasaan tidak terdapat pada dan diri sebagian besar siswa maka kegiatan belajar mengajar di dalam kelas akan tidak sangat menyenangkan. Orang yang tidak senang belajar secar profesional mungkin akan dapat berhasil. Namun ketika mereka diminta mengulangi apa yang telah dipelajari, mereka akan merasa sangat ketakutan atau tidak dapat mengulanginya.
Kurt Singer berpendapat bahwa minat merupakan salah satu bentuk dari pengalaman perasaan yang sering disebut sebagai kesadaran yang dihubungkan dengan perhatian dengan suatu objek atau dalam bentuk tindakan.[5]

Dari definisi yang di uraikan oleh Kurt Singer diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa minat adalah pengalaman perasaan yang ada pada diri peserta didik dan adanya kegunaan berarti konsep pada diri individu, mengenai manfaat yang dihubungkan dengan objek tertentu
Proses kegiatan belajar mengajar melibatkan guru dan peserta didik, dan mereka berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila semua komponennya berinteraksi dengan baik dan positif terutama antara komponen guru dan peserta didik. Oleh karena itu seorang guru perlu mengetahui keadaan peserta didiknya secara menyeluruh terutama tentang kepribadiannya. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian serius dari para guru adalah minat peserta didik dalam belajar khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Minat dalam belajar adalah aspek psikologis seseorang yang mempengaruhi diri dengan gejala seperti keinginan, Perasaan melalui kegiatan pengetahuan dan pengalaman.
Berdasarkan hal ini, maka Pasaribu membagi minat belajar atas dua bagian yaitu :
1)      Minat Aktual yaitu minat yang berlaku pada objek yang ada, satu saat dan ruang yang kongkrit. Minat aktual ini biasa disebut perhatian yang mendasar bagi proses belajar mengajar.
2)      Minat Disposisional (arah minat) yang dasarnya pembawaan dan menjadi ciri atau sikap hidup seseorang.[6]

Dengan menyadari betapa pentingnya minat dalam belajar, maka perlu ada upaya keras untuk membangkitkan minat dengan memperhatiakn faktor-faktor yang mempengaruhi minat tersebut. Baik itu faktor internal maupun faktor eksternal yang arahnya pada pengembangan minat dalam proses belajar mengajar. Dalam kenyataan bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi terhadap minat belajar peserta didik sangat banyak dan kompleks.
Minat merupakan salah satu aspek psikis yang membantu dan mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, maka minat harus ada dalam diri seseorang, sebab minat merupakan modal dasar untuk mencapai tujuan. Dengan demikian minat harus menjadi pangkal permulaan dari pada semua aktivitas. Beberapa pengertian minat antara lain :
Menurut Hilgard dalam bukunya Slameto (2003:57) “minat adalah kecendurungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang“

Menurut Crow and Crow dalam bukunya Abd. Rachman Abror (1935:135) “Minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda, atau kegiatan“
Menurut Drs. Slameto (2003:180) “minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh“.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa minat adalah kecendurungan hati seseorang yang terarah kepada suatu obyek tertentu yang dinyatakan dalam berbagai tindakan, karena adanya suatu perhatian dan perasaan tertarik pada obyek.
Menurut Crow and Crow minat terhadap suatu obyek atau aktivitas ditimbulkan oleh beberapa faktor yaitu :
1)      The Factor Of Inner Urges ( Faktor Dorongan Dari Dalam) Minat timbul karena pengaruh dari dalam untuk memenuhi semua kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun rohani,
2)      The Factor Of Social Motives ( Faktor Motif Dala Lingkungan Sosial) Minat timbul karena pengaruh kebutuhan dalam masyarakat sekitar dilingkungan hidupnya bersama-sama orang lain,
3)      The Factor Of Emotional (Faktor Emosi ) Minat timbul karena pengaruh emosi dari orang yang bersangkutan, artinya seseorang yang melaksanakan dengan perasaan yang senang, maka akan membuahkan hasil yang memuaskan dan sekaligus memperbesar minatnya terhadap suatu kegiatan tersebut.

Apabila ada individu mempunyai minat terhadap suatu obyek atau aktivitas, maka ia akan berhubungan secara aktif dengan obyek atau aktivitas yang menarik perhatiannya itu. Minat adalah kecendurungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat juga besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaikbaiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.

C.           Hipotesis Tindakan
Dengan demikian dapat diduga bahwa :
1.      Penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan minat siswa Pkn kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga.
2.      Penerapan metode pembelajaran Drill/latihan dapat meningkatkan minat siswa Pkn kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga.

BAB III
PELAKSANAAN PENELITI
A.           Perencanaan Penelitian
·      Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan pengembangan metode dan strategi pembelajaran. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (Class Action Research) yaitu suatu penelitian yang dikembangkan bersama sama untuk peneliti dan decision maker tentang variable yang dimanipulasikan dan dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.
Alat pengumpul data yang dipakai dalam penelitian ini antara lain : catatan guru, catatan siswa, rekaman tape recorder, wawancara, angket dan berbagai dokumen yang terkait dengan siswa.
Prosedur penelitian terdiri dari  4 tahap, yakni  perencanaan, melakukan tindakan, observasi, dan evaluasi. Refleksi dalam tahap siklus dan akan berulang kembali pada siklus-siklus berikutnya.
Aspek yang diamati dalam setiap siklusnya adalah kegiatan atau aktifitas siswa saat mata pelajaran PKn dengan penggunaan media dan pemberian latihan/drill untuk melihat perubahan tingkah laku siswa, untuk mengetahui tingkat kemajuan belajarnya yang akan berpengaruh terhadap hasil belajar dengan alat pengumpul data yang sudah disebutkan diatas.
Data yang diambil adalah data kuantitatif dari hasil tes, presensi, nilai tugas seta data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, partisipasi dan kerjasama dalam diskusi, kemampuan atau keberanian siswa dalam melaporkan hasil.
Instrument yang dipakai berbentuk : soal tes, observasi, catatan lapangan. Data yang terkumpul dianalisis untuk mengukur indikator keberhasilan yang sudah dirumuskan.
·      Tempat
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tapadaa Biyonga kelas VI, dengan jumlah siswa 37 orang, yang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 34 orang perempuan. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berlangsung dengan pokok bahasan “Peran Serta dalam Penghormatan dan Penegakan HAM”.
·      Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan selama 3 (tiga) bulan dimulai pada pertengahan bulan Maret sampai dengan pertengahan bulan Mei 2011.
·      Prosedur Penelitian
Siklus I
A.           Perencanaan
·      Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar.
·      Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
·      Memilih bahan pelajaran yang sesuai.
·      Menentukan scenario pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan pemberian latihan/drill.
·      Mempersiapkan media (sumber, bahan, dan alat bantu yang dibutuhkan).
·      Menyusun lembar kerja siswa.
·      Mengembangkan format evaluasi.
·      Mengembangkan format observasi pembelajaran.
B.            Tindakan
·      Menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran.
·      Siswa membaca materi yang terdapat pada buku sumber.
·      Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang terdapat pada buku sumber.
·      Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang dipelajari.
·      Siswa memperhatikan apa yang diperlihatkan guru pada layar LCD.
·      Siswa berdiskusi membahas masalah (kasus) yang sudah dipersiapkan oleh guru.
·      Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi.
·      Siswa mengerjakan lembar kerja siswa (LKS).
C.            Pengamatan
·      Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah disiapkan yaitu dengan alat perekam, catatan anekdot untuk mengumpulkan data.
·      Menlai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar kerja siswa (LKS).
D.           Refleksi
·      Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasai mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
·      Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evalusi tentang scenario pembelajaran dan lembar kerja siswa.
·      Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus berikutnya.
Siklus II
A.             Perencanaan
·      Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi dan penetapan alternative pemecahan masalah.
·      Menentukan indikator pencapaian hasil belajar.
·      Pengembangan program tindakan II.
B.             Tindakan
Pelaksanaan program tindakan II yang mengacu pada identifikasi masalah yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternative pemecahan maslah yang sudah ditentukan, antara lain melalui :
1.      Guru melakukan appersepsi
2.      Siswa yang diperkenalkan dengan materi yang akan dibahas dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran.
3.      Siswa mengamati gambar-gambar/foto-foto yang sesuai dengan materi.
4.      Siswa bertanya jawab tentang gambar/foto.
5.      Siswa menceritakan unsure-usur Hak Asasi Manusia yang ada pada gambar.
6.      Siswa mengumpulkan bacaaan dari berbagai sumber, melakukan diskusi kelompok belajar, memahami materi dan menulis hasil diskusi untuk dilaporkan.
7.      Presentasi hasil diskusi.
8.      Siswa menyelesaikan tugas pada lembar kerja siswa.
C.             Pengamatan (Observasi)
·         Melakukan observasi sesuai dengan format yang sudah disiapkan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
·         Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah dikembangkan.
D.             Refleksi
·         Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data yang terkumpul.
·         Membahas hasil evaluasi tentang scenario pembelajaran pada siklus II.
·         Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus III.
·         Evaluasi tindakan II.
Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan mengalami kemajuan minimal 10% dari siklus I.


































[1]Akhmad Sudrajat, Media Pembelajaran, 12 Januari 2008 (online http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/konsep-media-pembelajaran.html)
[2]Wijaya Kusuma, Pengertian Media Pembelajaran, Juli 2009 (online http://media-grafika.com/pengertian-media-pembelajaran.html) , diakses tanggal 9 Mei 2011

[3] Nurkancana, Motivasi Belajar Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Widya Wiwaha Cipta, 1983) h. 224
[4]  Hamzah B. Uno, 20 Maret 2010, Makalah Menumbuhkan Minat dan Motivasi Belajar, (online http//www.meetabied.wordpress.com) di akses 25 November 2010       
[5] Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, (Bandung : Remaja Karya, 1987) h. 78
[6] Pasaribu, Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Tarsito, 1983) h. 83